ATM METHOD : METODE MODIFIKASI BUDAYA
MELALUI DIGITALISASI DENGAN MEMANFAATKAN PLATFORM
SOSIAL MEDIA AGAR TERCIPTANYA GENERASI MILLENIAL MELEK BUDAYA UNTUK MEWUJUDKAN
VISI INDONESIA EMAS 2045
Ditulis Oleh :
Gita Permatasari dan Putri Rahmawati
“Budaya bukan saja
sesuatu yang kuno dan tradisional. Budaya adalah sesuatu yang organik. Setiap
lagu baru, pakaian jenis baru, film baru, cerita yang baru... semua itu adalah
hasil budaya. Budaya itu hidup dan terus berkembang.”
― Maisie Junardy, Man's Defender
Kebudayaan merupakan identitas dan jati diri suatu bangsa.
Masalah kebudayaan selalu saja berkutat mengenai bagaimana cara melestarikannya, cara mempertahankan budaya agar tetap ada. Di sisi lain, hal
ini benar adanya karena suatu budaya perlu dilestarikan, tapi disini kami
menggaris bawahi bahwa budaya itu tidak hanya harus dilestarikan tapi juga
harus dipromosikan. Apalagi dengan menelisik citra negatif generasi millenial,
generasi yang akan mendominasi Indonesia pada tahun 2045. Bahwasanya millenials
kebanyakan memilih budaya asing daripada budaya sendiri. Bukan tidak mungkin,
tahun 2045 nanti Indonesia hanyalah nama tanpa identitas dan jati diri layaknya suatu bangsa.
Menurut Ki
Hajar Dewantara kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat)
yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan
dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Terdapat keterkaitan erat antar manusia,alam dan zaman
terhadap suatu kebudayaan. Dimana perubahan kebudayaan salah satunya
dipengaruhi oleh zaman. Mengutip dari pidato Presiden Joko Widodo
dalam Mahasabha (Kongres) XI Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI)
yang mengakat tema ‘'Merajut Persatuan Nasional Menuju Indonesia Emas
2045' di Jogja, bahwasanya beliau mengingatkan dunia sekarang ini sudah
berubah, menuju perubahan yang sangat cepat, hingga yang namanya lanskap
ekonomi, lanskap politik, sosial budaya juga akan ikut berubah. Tahun 2045
adalah fase dimana jumlah usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar
dibanding jumlah penduduk yang tidak produktif (di bawah 14 tahun atau di atas
65 tahun). Pada tahun 2020-2045, diprediksi bahwa angka penduduk usia produktif
dapat mencapai 70%, sedangkan 30%-nya merupakan penduduk dengan usia yang tidak
produktif. Dengan bonus demografi diatas kemudian munculah visi Indonesia emas
2045, yang mana pada usianya yang ke-100, Indonesia diharapkan mampu bersaing
dengan bangsa lain dan dapat menyelesaikan persoalan klasik, seperti korupsi,
isu disintegrasi, dan kemiskinan. Adapun visi Indonesia emas ini mempunyai 4
pilar utama yaitu pembangunan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi,
pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan ketahanan sosial
dan tata kelola kepemerintahan.
Bonus demografi diibaratkan
seperti pisau bermata dua. Apabila bonus demografi ini tidak dimanfaatkan
dengan baik, maka kutukan demografilah yang akan terjadi. Oleh karena itu,
dibutuhkan pemimpin di masa depan yang dapat memanfaatkan bonus demografi ini
dengan baik. Siapa kiranya? Jawabannya generasi millenial, generasi yang lahir
antara tahun 1980- 2000. Dikutip dari harianjogja.com bahwasanya Mantan Ketua
Mahkamah Konstutusi Mahfud MD mengingatkan pemimpin Indonesia di tahun 2045
akan didominasi oleh generasi millenial dan juga generasi Z serta generasi
Alpha. Generasi Millenial selaku generasi yang paling senior daripada generasi
Z serta alpha tentunya mempunyai tanggungjawab dan beban lebih untuk kemajuan
bangsa.
Generasi Millenial sering dicap negatif mengenai
karakteristiknya. Dikutip dari kumparan.com, Millenial sering disebut generasi
yang manja, suka berpindah tempat, punya dunianya sendiri, tidak peduli dengan
sekitar, dan konsumtif. Hal ini berkaitan erat dengan berkembang pesatnya
teknologi dimana millenials ada. Semua serba mudah dan cepat, membuat
millenials seolah di manjakan oleh teknologi. Karena teknologi juga, budaya
asing sangat mudah masuk Indonesia, tapi mengapa sebagian besar millenials
mudah menerima, mencintai bahkan bangga dengan budaya negara orang? contohnya korean wave, budaya
Korea Selatan yang sekarang ini menjadi suatu fenomena di dunia, karya-
karyanya dapat maju di kancah internasional. Salah satunya, baru-baru ini ‘Parasite’
film korea berbahasa asing
pertama yang memborong 4 piala oscar dan boyband BTS yang memenangkan berbagai penghargaan di Billboard Music Award
sampai
menyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) hingga US$ 4,65 miliar (Rp. 65,56
triliyun) membuat BTS sejajar dengan samsung dan konglomerat lainnya dilansir
dari cnbc.com. Di Indonesia, gelombang hallyu telah
memasuki berbagai sendi kehidupan.Mulai
dari musik, drama, gaya hidup, tarian, tradisi, kuliner, fashion, dan industri lainnya. Kita seolah tidak
sadar bahwa lambat laun budaya sendiri akan tergerus budaya asing, bukan hanya oleh Korea saja.
Adapun
alasan budaya Indonesia tidak
sepopuler budaya asing tentunya akibat dari masyarakat itu sendiri. Dimana budaya hanya
dilestarikan oleh pelaku budayanya
saja, dalam tanda kutip minim sekali yang dipromosikan. Sehingga pemberitaan dan publikasi mengenai budaya di
negeri kita sangatlah minim karena memang minim peminat. Terutama generasi
millenial yang tidak lepas dari sosial media tentunya jarang mengetahui tentang
budaya sendiri, karena informasi mengenai budaya tidak sampai kepada
mereka. Berbeda dengan
budaya asing, yang pemberitannya massive
terutama di platform sosial media.
Selain itu, sebagian besar
bangsa Indonesia tidak tertarik dan
terkesan gengsi dengan budaya nya sendiri. Karena
menganggap budaya Indonesia itu terlalu kaku, mistis, tidak modern, konservatif, dan tidak
sesuai dengan zaman..
Dapat kita lihat pada kebanyakan
industri kreatif, penggunaan bahasa
asing (read : bahasa inggris) lah yang sering digunakan daripada bahasa Indonesia
ataupun bahasa daerah. Karena bahasa asing dianggap modern,
urban, dan bernilai lebih tinggi. Dengan demikian, industri kreatif yang
seharusnya melibatkan kebudayaan didalamnya, nyatanya tidak melakukan tugasnya
dengan baik.
Mari
Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2014, menyatakan
bahwa Ekonomi Kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga
berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya
yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi.
Maka dari itu, dapat dikatakan
bahwa industri budaya merupakan suatu
subsistem dari ekonomi kreatif. Tapi, posisi ekonomi kreatif yang berada dalam
ranah budaya populer belum sepenuhnya
mendukung perkembangan kebudayaan, walaupun salah satu
peran ekonomi kreatif seharusnya menguatkan citra dan identitas bangsa.
Ekonomi kreatif Indonesia dikutip
dari katadata.co.id diperkirakan akan terus meningkat. Ekonomi
kreatif saat ini baru menyumbang sekitar 7% dari total Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Adapun sektor unggulan ekonomi kreatif saat ini
meliputi kuliner, fesyen dan kerajian. Sementara yang cukup pontensial adalah
film, musik, dan pengembangan aplikasi games.
Gambar 1. PDB
Ekonomi Kreatif Indonesia (2010-2019E)
Sumber
: Badan Ekonomi Kreatif, 2018
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa potensi yang dimiliki industri kreatif untuk pertumbuhan
ekonomi Indonesia sangatlah tinggi. Sayangnya, jarang sekali yang
mengkolaborasikan budaya dengan industri kreatif ini.
Oleh karena itu dengan potensi tersebut kebudayaan
Indonesia harus lebih dari sekedar dilestarikan, yaitu bahwa kebudayaan tidak
hanya sekedar dipertahankan untuk tetap ada saja tetapi juga harus
diperkenalkan dan disebarluaskan kepada masyarakat yang memang belum atau
kurang mengetahui agar kebudayaan tersebut dapat diterapkan atau diikuti bukan
hanya oleh pelaku budaya saja melainkan oleh semua orang sehingga kebudayaan
tersebut akan menjadi suatu identitas atau jati diri bangsa yang kuat. Apalagi
kebudayaan ini sangat penting untuk dikenal dan diterapkan oleh generasi
millennial, karena generasi millennial di masa yang akan datang akan menjadi
penerus bangsa. Dalam upaya memperkenalkan dan menyebarluaskan kebudayaan
khususnya kepada generasi millennial, terdapat beberapa cara atau langkah yang
dapat dilakukan yaitu:
ATM (Amati Tiru Modifikasi)
Metode
ATM ini biasanya digunakan dalam dunia bisnis, namun kita juga bisa
menerapkannya dalam upaya penyebarluasan budaya Indonesia. ATM ini terdiri dari
tiga langkah sesuai dengan kepanjangannya yaitu amati, tiru dan modifikasi.
Amati disini merupakan proses mengamati objek yang hendak ditiru, baik secara
langsung maupun melalui media. Tiru merupakan proses meniru suatu objek yang
sebelumnya telah diamati tetapi dibarengi dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan
modifikasi merupakan proses memperbaiki objek yang hendak ditiru dengan
memperbaiki kekurangannya dan mengembangkan potensi yang belum tereksploitasi.
Budaya suatu Negara khususnya di Asia yang patut ditiru dalam hal
penyebarluasannya adalah budaya Korea Selatan karena Korea Selatan dapat dikatakan
sebagai Negara yang berhasil memperkenalkan dan menyebarluaskan kebudayaannya
ke kancah internasional khususnya
di Asia terlihat dari meningkatnya kunjungan turis asing. Dikutip dari KBS World Radio bahwa Badan
Promosi Pariwisata Korea Selatan mengatakan Korea
Selatan mencatat sebanyak 1.485.684 orang tiba dari luar negeri di bulan Mei.
Angka tersebut naik 20% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 lalu. Lonjakan turis asing itu
didorong oleh kelompok muda khususnya
yang berusia 20-an tahun yang sangat berminat
pada tren budaya Korea 'Hallyu', terangnya.
Perkembangan
Hallyu bukanlah merupakan sesuatu yang spontan atau kebetulan, tetapi
didalamnya terdapat strategi-strategi yang dilakukan oleh Korea Selatan. Dilansir dari IDN Times Fajar
Fathurrahman selaku penulis mengemukakan bahwa terdapat empat strategi yang
digunakan Korea Selatan sehingga Hallyu tersebut dapat terus berkembang. Pertama, membuat
barang produksi komersial dari Korea
Selatan terkenal di seluruh dunia. Produk-produk seperti Samsung, LG, ataupun
Hyundai ini menjadi katalis dari penyebaran Hallyu ke seluruh dunia terutama
Negara yang didominasi produk asal Korea Selatan. Kedua, melakukan pengembangan
produksi dan kualitas produk. Yaitu dimana Korea Selatan rajin mengeksplorasi
potensi dari budaya mereka. Korea Selatan juga tidak ragu untuk belajar dari
Negara lain dalam peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk mereka. Ketiga
efektifitas dari manajemen industri hiburan di Korea. Hal ini mengakibatkan
banyak orang yang tertarik karena kepuasan penikmat industri atas pelayanan
yang terbaik. Terakhir adalah dukungan penuh dari pemerintah Korea Selatan.
Contoh dari dukungan pemerintah Korea Selatan adalah di dalam Kementerian
Budaya Korea Selatan itu sendiri memiliki divisi yang bernama Divisi Industri Pop Culture. Selain itu pemerintah Korea
Selatan juga aktif mengadakan festival budaya serta membuka Korean Cultural Centers (KCC) di 27
negara.
Strategi-strategi
yang telah disebutkan di atas dapat ditiru dan dimodifikasi oleh Indonesia
dalam menyebarluaskan kebudayaannya. Pertama,
Indonesia bisa membuat barang produksi komersial terkenal di seluruh dunia agar
produk-produk tersebut dapat menjadi
katalis dalam penyebaran budaya Indonesia. Apalagi kalau produk-produk tersebut
sangat berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari seperti smartphone misalnya. Kedua, Indonesia
harus mengembangkan kualitas dari produk dalam hal ini berkaitan dengan
kebudayaan. Misalkan Indonesia meningkatkan kualitas dan kuantitas dari sebuah
film agar dapat diterima tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar
negeri. Ketiga, mengefektifkan manajamen dari industri hiburan dimana hal
tersebut dapat membantu dan mempermudah budaya Indonesia disebarluaskan dan diterima.
Keempat yaitu, dukungan dari pemerintah itu
sendiri. Bisa dengan penciptaan program-program
kerja yang menghasilkan output dan outcome yang baik terhadap
penyebarluasan budaya seperti misalnya dengan pembentukan suatu wadah yang
dapat digunakan oleh para pelaku budaya untuk penyebarluasan budaya atau dengan
melakuakan festival budaya dan pendirian pusat budaya di banyak negera seperti
yang dilakukan oleh Korea Selatan. Selain itu seperti yang dilansir
dari detikHot, menurut Kimmy
Kim selaku penanggung jawab pemberitaan internasional stasiun TV SBS bahwa kesuksesan K-pop
dan budaya Korea tidak lepas dari peran pemerintah dan rakyatnya untuk terus
“mengekspor” kebudayaan mereka ke seluruh dunia. Ketika kebudayaan Korea telah
tersebar ke berbagai negara, maka kebudayaan mereka akan tertanam dalam negara
tersebut. “Mengekspor kebudayaan itu sangat penting. Ekspor budaya lebih
menguntungkan daripada ekspor mobil. Ketika sebuah kebudayaan sudah diekspor,
maka kebudayaan tersebut akan selamanya bertahan di negara tersebut. Berbeda
dengan mobil yang bisa kapan saja diganti.” Tuturnya.
Digitalisasi
Digitalisasi
menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah proses pemberian atau
pemakaian sistem digital. Sementara digitalisasi informasi adalah proses mengubah
berbagai informasi, kabar, atau berita dari format analog menjadi format
digital sehingga lebih mudah untuk diproduksi, disimpan, dikelola dan
didistribusikan. Digitalisasi sekarang ini telah masuk hampir ke seluruh aspek
kehidupan manusia dan memiliki dampak positif salah satunya adalah dengan
mempermudah pekerjaan manusia. Sehingga pemanfaatan digitalisasi dalam upaya
penyebarluasan budaya ini sangat tepat untuk dilakukan pada era saat ini.
Dengan dilakukannya digitalisasi dapat mendorong
perubahan pada industri kreatif. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur
Media dan Industri Konten Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Investasi (METI) Jepang
Mika Takagi yang dimuat pada website BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif
Indonesia) mengatakan bahwa dengan perkembangan
media membuat masing-masing konten memiliki platform distribusi sendiri
melalui saluran digital. Oleh karena itu, pelaku industri harus mampu mengikuti
perubahan karena konsumen baru adalah generasi Z yang sangat digital dan lebih
akrab dengan youtuber dari pada artis TV maupun film. Walaupun banyak peneliti berbeda pendapat mengenai
rentang lahirnya generasi z, tapi menurut artikel yang diamuat tirto.id bahwa para ilmuwan bersepakat lahirnya
generasi z pada saat lahirnya internet.
Di Indonesia, Internet hadir di
Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai Penyelenggara Jasa
Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap Generasi Z
Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai medio
2000-an, artinya generasi millenial di Indonesia sebagian besar
termasuk generasi z.
Digitalisasi
disini dapat diterapkan
pada aspek pengemasan budaya itu sendiri yang sekarang ini disebut industri konten
kreatif. Digitalisasi industri konten kreatif mengenai budaya
ini dapat dipromosikan
melalui platform sosial media. Platform sosial media merupakan layanan
jejaring media sosial yang bisa digunakan
untuk bersosialisasi melalui sistem teknologi jaringan komunikasi. Platform sosial media yang bisa
digunakan diantaranya yaitu Youtube dan Instagram, karena Youtube dan Instagram
merupakan sosial media yang paling sering digunakan terutama oleh generasi millennial
untuk bertukar informasi terbaru
maupun sebagai hiburan. Selain karena itu, youtube dan instagram
juga dikenal sebagai sosial media yang lebih banyak menggunakan gambar dan
video dibandingkan teks, sehingga hal tersebut menjadi alasan mengapa youtube
dan instagram dipandang lebih mampu menarik perhatian pengguna atas suatu informasi
yang disebarkan.
Penggunaan
youtube dan instagram sebagai platform
promosi dalam digitalisasi industri konten budaya
Indonesia diharapkan mampu menarik perhatian pengguna terutama generasi
millennial untuk mengetahui dan menerapkan budaya itu sendiri. Industri konten ini dapat dimanfaatkan dengan
cara pembuatan konten baik
secara eksplisit maupun implisit mengenai kebudayaan Indonesia. Konten secara
eksplisit yaitu konten yang menunjukan dan menjelaskan secara langsung mengenai
suatu kebudayaan sehingga dapat diterima langsung oleh penerima informasi.
Sedangkan konten secara implisit yaitu konten yang tidak secara
langsung
menunjukan dan menjelaskan mengenai suatu kebudayaan. Baik secara eksplisit
maupun implisit, konten tersebut dapat dituangkan dalam bentuk film, musik, animasi, video dokumenter,
video blog (vlog) dan yang lainnya. Contohnya dalam film kita bisa membuat film
yang mengangkat tema tentang kebudayaan Indonesia atau memasukan unsur
kebudayaan tersebut kedalam bagian-bagian dalam film.
Selain itu, promosi kebudayaan melalui konten kreatif di platform sosial media juga dapat
melibatkan influencer sosial media
tersebut untuk membantu menyebarkan konten secara massif. Hal ini juga telah
dilakukan Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia melalui program sahabat
korea, dimana program ini bertujuan menyebarkan dan mensosialisasikan informasi
kebudayaan Korea Selatan melalui 100 sosial media warga Indonesia pengguna
instagram yang terpilih. Tentu saja 100 orang ini didominasi oleh generasi
millenial yang mempunyai followers dalam jumlah tinggi, artinya kebanyakan dari
mereka influencer di instagram, atau
yang biasa kita sebut selebgram.
Demikian digitalisasi pada kebudayaan ini bukanlah tidak
mungkin adanya, apalagi pada akhir 2019 lalu, pemerintah meluncurkan program
digitalisasi sekolah, maka dari itu digitalisasi kebudayaan juga harusnya bisa
dilakukan bukan?
Dengan
dilakukannya modifikasi budaya melalui
industri konten kreatif dan promosi secara massif di sosial media diharapkan
akan memberikan dampak positif dan signifikan baik terhadap perkembangan kebudayaan itu sendiri maupun terhadap pertumbuhan perekonomian
Indonesia demi terwujudnya visi
Indonesia emas 2045. Agar di masa yang akan datang Indonesia
bukan hanya nama belaka, melainkan terdapat identitas dan jati diri didalamnya
yang dikenal baik dikancah dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Aulia, 2017, Selamat Tinggal Generasi Millenial, Selamat
Datang Generasi Z, Tirto.id, diakses 8 Maret 2020,
<https://tirto.id/selamat-tinggal-generasi-milenial-selamat-datang-generasi-z-cnzX>
Atmasari, Nina, 2018, Wahai Generasi Millenial Siapkan Dirimu
Untuk Pimpin Indonesia di 2045, HarianJogja.com, diakses 1 Maret 2020,< https://news.harianjogja.com/read/2018/11/08/500/951246/wgenerasi-milenial-siapkan-dirimu-untuk-pimpin-indonesia-di-2045>
Banjarnahor, Donald, 2019, Gokil! BTS Sumbang PDB Sejajar Dengan
Samsung, CNBC Indonesia,
Diakses 2 Maret 2020, <https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20191016161852-33-107526/gokil-bts-sumbang-pdb-sejajar-dengan-samsung>
Databoks, Berapa PDB Ekonomi Kreatif Indonesia, katadata.co.id,
diakses
2 Maret 2020,
<https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/28/berapa-pdb-ekonomi-kreatif-indonesia>
Faturrahman, Fajar,
2020, [OPINI] Strategi Korea Selatan
Dalam Penyebaran Fenomena Hallyu,
IDN Times, diakses 7 Maret 2020, <https://www.idntimes.com/opinion/social/fajar-fathurrahman/opini-strategi-korea-selatan-dalam-penyebaran-fenomena-hallyu-c1c2>
Humas, 2018, Indonesia emas 2045 butuh kerja keras anak
muda, Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta,
diakses 1 Maret 2020, https://jogjaprov.go.id/berita/detail/indonesia-emas-2045-butuh-kerja- keras-anak-muda>
KBS World Radio, 2019, Sebanyak 1,49 Juta Turis Asing Datang
Berwisata Ke Korea Selatan di Bulan Mei, diakses 8 Maret 2020,
<http://world.kbs.co.kr/service/news_view.htm?lang=i&Seq_Code=55028>
Khadijah, Nastiti,
2019, Generasi Muda Indonesia Menuju
Generasi Emas 2045, Kompasiana,
diakses 2 Maret 2020,
<https://www.kompasiana.com/nastitikhadijah9818/5cda4c2095760e1ca118c322/generasi-muda-indonesia-menuju-indonesia-emas-2045?page=all>
Millenial, 5 Citra Negatif yang Sering Dipersepsikan Pada Generasi Millenial, Kumparan,
Diakses 1 Maret 2020,
<https://kumparan.com/millennial/5-citra-negatif-yang-sering-dipersepsikan-pada-generasi-milenial-1542580533153202889>
Rahmalokita, Gisela, 2019, Dibalik Kpop : Menilik Kesuksesan Industri
Kreatif di Korea Selatan, Indiekraf, diakses 8 Maret 2020,
<https://indiekraf.com/dibalik-k-pop-menilik-kesuksesan-industri-kreatif-di-korea-selatan/>
Rico, 2017, Ekonomi Kreatif dalam Kebudayaan :
Mengembangkan atau Menyulitkan Masa Depan
Indonesia?, Aikon.org, diakses 2 Maret 2020
<https://aikon.org/ekonomi-kreatif-dalam-kebudayaan-mengembangkan-atau- menyulitkan-masa-depan-indonesia/>
Riviyastusi, Asiska, 2019, Digitalisasi Mendorong Perubahan Industri
Konten Kreatif, Website Badan Ekonomi Kreatif di Indonesia, diakses 8 Maret
2020,
<https://www.bekraf.go.id/berita/page/8/digitalisasi-mendorong-perubahan-industri-konten-kreatif>
Zakky, 2020, Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli dan
Secara Umum
(lengkap), Zonareferensi.com, diakses 2 Maret 2020,<https://www.zonareferensi.com/pengertian-kebudayaan/