ATM METHOD : METODE MODIFIKASI BUDAYA MELALUI DIGITALISASI DENGAN MEMANFAATKAN PLATFORM SOSIAL MEDIA AGAR TERCIPTANYA GENERASI MILLENIAL MELEK BUDAYA UNTUK MEWUJUDKAN VISI INDONESIA EMAS 2045

 

 

ATM METHOD : METODE MODIFIKASI BUDAYA MELALUI DIGITALISASI DENGAN MEMANFAATKAN PLATFORM SOSIAL MEDIA AGAR TERCIPTANYA GENERASI MILLENIAL MELEK BUDAYA UNTUK MEWUJUDKAN VISI INDONESIA EMAS 2045

 

Ditulis Oleh :

Gita Permatasari dan Putri Rahmawati

 

Budaya bukan saja sesuatu yang kuno dan tradisional. Budaya adalah sesuatu yang organik. Setiap lagu baru, pakaian jenis baru, film baru, cerita yang baru... semua itu adalah hasil budaya. Budaya itu hidup dan terus berkembang.”
Maisie Junardy,
Man's Defender

 

Kebudayaan merupakan identitas dan jati diri suatu bangsa. Masalah kebudayaan selalu saja berkutat mengenai bagaimana cara melestarikannya, cara mempertahankan budaya agar tetap ada. Di sisi lain, hal ini benar adanya karena suatu budaya perlu dilestarikan, tapi disini kami menggaris bawahi bahwa budaya itu tidak hanya harus dilestarikan tapi juga harus dipromosikan. Apalagi dengan menelisik citra negatif generasi millenial, generasi yang akan mendominasi Indonesia pada tahun 2045. Bahwasanya millenials kebanyakan memilih budaya asing daripada budaya sendiri. Bukan tidak mungkin, tahun 2045 nanti Indonesia hanyalah nama tanpa identitas dan jati diri layaknya suatu bangsa.

Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Terdapat keterkaitan erat antar manusia,alam dan zaman terhadap suatu kebudayaan. Dimana perubahan kebudayaan salah satunya dipengaruhi oleh zaman. Mengutip dari pidato Presiden Joko Widodo dalam Mahasabha (Kongres) XI Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) yang mengakat tema ‘'Merajut Persatuan Nasional Menuju Indonesia Emas 2045'  di Jogja, bahwasanya beliau  mengingatkan dunia sekarang ini sudah berubah, menuju perubahan yang sangat cepat, hingga yang namanya lanskap ekonomi, lanskap politik, sosial budaya juga akan ikut berubah. Tahun 2045 adalah fase dimana jumlah usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih besar dibanding jumlah penduduk yang tidak produktif (di bawah 14 tahun atau di atas 65 tahun). Pada tahun 2020-2045, diprediksi bahwa angka penduduk usia produktif dapat mencapai 70%, sedangkan 30%-nya merupakan penduduk dengan usia yang tidak produktif. Dengan bonus demografi diatas kemudian munculah visi Indonesia emas 2045, yang mana pada usianya yang ke-100, Indonesia diharapkan mampu bersaing dengan bangsa lain dan dapat menyelesaikan persoalan klasik, seperti korupsi, isu disintegrasi, dan kemiskinan. Adapun visi Indonesia emas ini mempunyai 4 pilar utama yaitu pembangunan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan ketahanan sosial dan tata kelola kepemerintahan.

Bonus demografi diibaratkan seperti pisau bermata dua. Apabila bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka kutukan demografilah yang akan terjadi. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin di masa depan yang dapat memanfaatkan bonus demografi ini dengan baik. Siapa kiranya? Jawabannya generasi millenial, generasi yang lahir antara tahun 1980- 2000. Dikutip dari harianjogja.com bahwasanya Mantan Ketua Mahkamah Konstutusi Mahfud MD mengingatkan pemimpin Indonesia di tahun 2045 akan didominasi oleh generasi millenial dan juga generasi Z serta generasi Alpha. Generasi Millenial selaku generasi yang paling senior daripada generasi Z serta alpha tentunya mempunyai tanggungjawab dan beban lebih untuk kemajuan bangsa.

Generasi Millenial sering dicap negatif mengenai karakteristiknya. Dikutip dari kumparan.com, Millenial sering disebut generasi yang manja, suka berpindah tempat, punya dunianya sendiri, tidak peduli dengan sekitar, dan konsumtif. Hal ini berkaitan erat dengan berkembang pesatnya teknologi dimana millenials ada. Semua serba mudah dan cepat, membuat millenials seolah di manjakan oleh teknologi. Karena teknologi juga, budaya asing sangat mudah masuk Indonesia, tapi mengapa sebagian besar millenials mudah menerima, mencintai bahkan bangga dengan budaya negara orang? contohnya korean wave, budaya Korea Selatan yang sekarang ini menjadi suatu fenomena di dunia, karya- karyanya dapat maju di kancah internasional. Salah satunya, baru-baru ini ‘Parasite’ film korea berbahasa asing pertama yang  memborong 4 piala oscar dan boyband BTS yang memenangkan berbagai penghargaan di Billboard Music Award sampai menyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) hingga US$ 4,65 miliar (Rp. 65,56 triliyun) membuat BTS sejajar dengan samsung dan konglomerat lainnya dilansir dari cnbc.com. Di Indonesia, gelombang hallyu telah  memasuki berbagai sendi kehidupan.Mulai dari musik, drama, gaya hidup, tarian, tradisi, kuliner, fashion, dan industri lainnya. Kita seolah tidak sadar bahwa lambat laun budaya sendiri akan tergerus budaya asing, bukan hanya oleh Korea saja.

Adapun alasan budaya Indonesia tidak sepopuler budaya asing tentunya akibat dari masyarakat itu sendiri. Dimana budaya hanya dilestarikan oleh pelaku budayanya saja, dalam tanda kutip minim sekali yang dipromosikan. Sehingga pemberitaan dan publikasi mengenai budaya di negeri kita sangatlah minim karena memang minim peminat. Terutama generasi millenial yang tidak lepas dari sosial media tentunya jarang mengetahui tentang budaya sendiri, karena informasi mengenai  budaya tidak sampai kepada mereka. Berbeda dengan budaya asing, yang pemberitannya massive terutama di platform sosial media. Selain itu, sebagian besar bangsa Indonesia tidak tertarik dan terkesan gengsi dengan budaya nya sendiri. Karena menganggap budaya Indonesia itu terlalu kaku, mistis, tidak modern, konservatif, dan tidak sesuai dengan zaman.. Dapat kita lihat pada kebanyakan industri kreatif, penggunaan bahasa asing (read : bahasa inggris) lah yang sering digunakan daripada bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah. Karena bahasa asing dianggap modern, urban, dan bernilai lebih tinggi. Dengan demikian, industri kreatif yang seharusnya melibatkan kebudayaan didalamnya, nyatanya tidak melakukan tugasnya dengan baik.

Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2014, menyatakan bahwa Ekonomi Kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi.  Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa industri budaya merupakan suatu subsistem dari ekonomi kreatif. Tapi, posisi ekonomi kreatif yang berada dalam ranah budaya populer  belum sepenuhnya mendukung perkembangan kebudayaan, walaupun salah satu peran ekonomi kreatif seharusnya menguatkan citra dan identitas bangsa. 

Ekonomi kreatif Indonesia dikutip dari katadata.co.id diperkirakan akan terus meningkat. Ekonomi kreatif saat ini baru menyumbang sekitar 7% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Adapun sektor unggulan ekonomi kreatif saat ini meliputi kuliner, fesyen dan kerajian. Sementara yang cukup pontensial adalah film, musik, dan pengembangan aplikasi games.

Gambar 1. PDB Ekonomi Kreatif Indonesia (2010-2019E)

 

Sumber : Badan Ekonomi Kreatif, 2018

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa potensi yang dimiliki industri kreatif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah tinggi. Sayangnya, jarang sekali yang mengkolaborasikan budaya dengan industri kreatif ini.

Oleh karena itu dengan potensi tersebut kebudayaan Indonesia harus lebih dari sekedar dilestarikan, yaitu bahwa kebudayaan tidak hanya sekedar dipertahankan untuk tetap ada saja tetapi juga harus diperkenalkan dan disebarluaskan kepada masyarakat yang memang belum atau kurang mengetahui agar kebudayaan tersebut dapat diterapkan atau diikuti bukan hanya oleh pelaku budaya saja melainkan oleh semua orang sehingga kebudayaan tersebut akan menjadi suatu identitas atau jati diri bangsa yang kuat. Apalagi kebudayaan ini sangat penting untuk dikenal dan diterapkan oleh generasi millennial, karena generasi millennial di masa yang akan datang akan menjadi penerus bangsa. Dalam upaya memperkenalkan dan menyebarluaskan kebudayaan khususnya kepada generasi millennial, terdapat beberapa cara atau langkah yang dapat dilakukan yaitu:

ATM (Amati Tiru Modifikasi)

Metode ATM ini biasanya digunakan dalam dunia bisnis, namun kita juga bisa menerapkannya dalam upaya penyebarluasan budaya Indonesia. ATM ini terdiri dari tiga langkah sesuai dengan kepanjangannya yaitu amati, tiru dan modifikasi. Amati disini merupakan proses mengamati objek yang hendak ditiru, baik secara langsung maupun melalui media. Tiru merupakan proses meniru suatu objek yang sebelumnya telah diamati tetapi dibarengi dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan modifikasi merupakan proses memperbaiki objek yang hendak ditiru dengan memperbaiki kekurangannya dan mengembangkan potensi yang belum tereksploitasi. Budaya suatu Negara khususnya di Asia yang patut ditiru dalam hal penyebarluasannya adalah budaya Korea Selatan karena Korea Selatan dapat dikatakan sebagai Negara yang berhasil memperkenalkan dan menyebarluaskan kebudayaannya ke kancah internasional khususnya di Asia terlihat dari meningkatnya kunjungan turis asing. Dikutip dari KBS World Radio bahwa Badan Promosi Pariwisata Korea Selatan mengatakan Korea Selatan mencatat sebanyak 1.485.684 orang tiba dari luar negeri di bulan Mei. Angka tersebut naik 20% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 lalu. Lonjakan turis asing itu didorong oleh kelompok muda khususnya yang berusia 20-an tahun yang sangat berminat pada tren budaya Korea 'Hallyu', terangnya.

Perkembangan Hallyu bukanlah merupakan sesuatu yang spontan atau kebetulan, tetapi didalamnya terdapat strategi-strategi yang dilakukan oleh Korea Selatan. Dilansir dari IDN Times Fajar Fathurrahman selaku penulis mengemukakan bahwa terdapat empat strategi yang digunakan Korea Selatan sehingga Hallyu tersebut dapat terus berkembang. Pertama, membuat barang  produksi komersial dari Korea Selatan terkenal di seluruh dunia. Produk-produk seperti Samsung, LG, ataupun Hyundai ini menjadi katalis dari penyebaran Hallyu ke seluruh dunia terutama Negara yang didominasi produk asal Korea Selatan. Kedua, melakukan pengembangan produksi dan kualitas produk. Yaitu dimana Korea Selatan rajin mengeksplorasi potensi dari budaya mereka. Korea Selatan juga tidak ragu untuk belajar dari Negara lain dalam peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk mereka. Ketiga efektifitas dari manajemen industri hiburan di Korea. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang tertarik karena kepuasan penikmat industri atas pelayanan yang terbaik. Terakhir adalah dukungan penuh dari pemerintah Korea Selatan. Contoh dari dukungan pemerintah Korea Selatan adalah di dalam Kementerian Budaya Korea Selatan itu sendiri memiliki divisi yang bernama Divisi Industri Pop Culture. Selain itu pemerintah Korea Selatan juga aktif mengadakan festival budaya serta membuka Korean Cultural Centers (KCC) di 27 negara.

Strategi-strategi yang telah disebutkan di atas dapat ditiru dan dimodifikasi oleh Indonesia dalam menyebarluaskan kebudayaannya. Pertama, Indonesia bisa membuat barang produksi komersial terkenal di seluruh dunia agar produk-produk  tersebut dapat menjadi katalis dalam penyebaran budaya Indonesia. Apalagi kalau produk-produk tersebut sangat berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari seperti smartphone misalnya. Kedua, Indonesia harus mengembangkan kualitas dari produk dalam hal ini berkaitan dengan kebudayaan. Misalkan Indonesia meningkatkan kualitas dan kuantitas dari sebuah film agar dapat diterima tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Ketiga, mengefektifkan manajamen dari industri hiburan dimana hal tersebut dapat membantu dan mempermudah budaya Indonesia disebarluaskan dan diterima. Keempat yaitu, dukungan dari pemerintah itu sendiri. Bisa dengan penciptaan program-program kerja yang menghasilkan output dan outcome yang baik terhadap penyebarluasan budaya seperti misalnya dengan pembentukan suatu wadah yang dapat digunakan oleh para pelaku budaya untuk penyebarluasan budaya atau dengan melakuakan festival budaya dan pendirian pusat budaya di banyak negera seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan. Selain itu seperti yang dilansir dari detikHot, menurut Kimmy Kim selaku penanggung jawab pemberitaan internasional stasiun TV SBS bahwa kesuksesan K-pop dan budaya Korea tidak lepas dari peran pemerintah dan rakyatnya untuk terus “mengekspor” kebudayaan mereka ke seluruh dunia. Ketika kebudayaan Korea telah tersebar ke berbagai negara, maka kebudayaan mereka akan tertanam dalam negara tersebut. “Mengekspor kebudayaan itu sangat penting. Ekspor budaya lebih menguntungkan daripada ekspor mobil. Ketika sebuah kebudayaan sudah diekspor, maka kebudayaan tersebut akan selamanya bertahan di negara tersebut. Berbeda dengan mobil yang bisa kapan saja diganti.” Tuturnya.

Digitalisasi

Digitalisasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah proses pemberian atau pemakaian sistem digital. Sementara digitalisasi informasi adalah proses mengubah berbagai informasi, kabar, atau berita dari format analog menjadi format digital sehingga lebih mudah untuk diproduksi, disimpan, dikelola dan didistribusikan. Digitalisasi sekarang ini telah masuk hampir ke seluruh aspek kehidupan manusia dan memiliki dampak positif salah satunya adalah dengan mempermudah pekerjaan manusia. Sehingga pemanfaatan digitalisasi dalam upaya penyebarluasan budaya ini sangat tepat untuk dilakukan pada era saat ini.

Dengan dilakukannya digitalisasi dapat mendorong perubahan pada industri kreatif. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Media dan Industri Konten Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Investasi (METI) Jepang Mika Takagi yang dimuat pada website BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif Indonesia) mengatakan bahwa dengan perkembangan media membuat masing-masing konten memiliki platform distribusi sendiri melalui saluran digital. Oleh karena itu, pelaku industri harus mampu mengikuti perubahan karena konsumen baru adalah generasi Z yang sangat digital dan lebih akrab dengan youtuber dari pada artis TV maupun film. Walaupun banyak peneliti berbeda pendapat mengenai rentang lahirnya generasi z, tapi menurut artikel yang diamuat tirto.id  bahwa para ilmuwan bersepakat lahirnya generasi z pada saat lahirnya internet.  Di Indonesia, Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap Generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai medio 2000-an, artinya generasi millenial di Indonesia sebagian besar termasuk generasi z.

Digitalisasi disini dapat diterapkan pada aspek pengemasan budaya itu sendiri yang sekarang ini disebut industri konten kreatif. Digitalisasi industri konten kreatif mengenai budaya ini dapat dipromosikan melalui platform sosial media. Platform sosial media merupakan layanan jejaring media sosial yang bisa digunakan  untuk bersosialisasi melalui sistem teknologi jaringan komunikasi. Platform sosial media yang bisa digunakan diantaranya yaitu Youtube dan Instagram, karena Youtube dan Instagram merupakan sosial media yang paling sering digunakan terutama oleh generasi millennial untuk bertukar informasi terbaru maupun sebagai hiburan. Selain karena itu, youtube dan instagram juga dikenal sebagai sosial media yang lebih banyak menggunakan gambar dan video dibandingkan teks, sehingga hal tersebut menjadi alasan mengapa youtube dan instagram dipandang lebih mampu menarik perhatian pengguna atas suatu informasi yang disebarkan.

Penggunaan youtube dan instagram sebagai platform promosi dalam digitalisasi industri konten budaya Indonesia diharapkan mampu menarik perhatian pengguna terutama generasi millennial untuk mengetahui dan menerapkan budaya itu sendiri. Industri konten ini dapat dimanfaatkan dengan cara pembuatan konten baik secara eksplisit maupun implisit mengenai kebudayaan Indonesia. Konten secara eksplisit yaitu konten yang menunjukan dan menjelaskan secara langsung mengenai suatu kebudayaan sehingga dapat diterima langsung oleh penerima informasi. Sedangkan konten secara implisit yaitu konten yang tidak secara


langsung menunjukan dan menjelaskan mengenai suatu kebudayaan. Baik secara eksplisit maupun implisit, konten tersebut dapat dituangkan dalam bentuk film, musik, animasi, video dokumenter, video blog (vlog) dan yang lainnya. Contohnya dalam film kita bisa membuat film yang mengangkat tema tentang kebudayaan Indonesia atau memasukan unsur kebudayaan tersebut kedalam bagian-bagian dalam film.

Selain itu, promosi kebudayaan melalui konten kreatif di platform sosial media juga dapat melibatkan influencer sosial media tersebut untuk membantu menyebarkan konten secara massif. Hal ini juga telah dilakukan Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia melalui program sahabat korea, dimana program ini bertujuan menyebarkan dan mensosialisasikan informasi kebudayaan Korea Selatan melalui 100 sosial media warga Indonesia pengguna instagram yang terpilih. Tentu saja 100 orang ini didominasi oleh generasi millenial yang mempunyai followers dalam jumlah tinggi, artinya kebanyakan dari mereka influencer di instagram, atau yang biasa kita sebut selebgram.

Demikian digitalisasi pada kebudayaan ini bukanlah tidak mungkin adanya, apalagi pada akhir 2019 lalu, pemerintah meluncurkan program digitalisasi sekolah, maka dari itu digitalisasi kebudayaan juga harusnya bisa dilakukan bukan?

Dengan dilakukannya modifikasi budaya melalui industri konten kreatif dan promosi secara massif di sosial media diharapkan akan memberikan dampak positif dan signifikan baik terhadap perkembangan kebudayaan itu sendiri maupun terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia demi terwujudnya visi Indonesia emas 2045. Agar di masa yang akan datang  Indonesia bukan hanya nama belaka, melainkan terdapat identitas dan jati diri didalamnya yang dikenal baik dikancah dunia. 

 


DAFTAR PUSTAKA

Adam, Aulia, 2017, Selamat Tinggal Generasi Millenial, Selamat Datang Generasi Z, Tirto.id, diakses 8 Maret 2020, <https://tirto.id/selamat-tinggal-generasi-milenial-selamat-datang-generasi-z-cnzX>

Atmasari, Nina, 2018, Wahai Generasi Millenial Siapkan Dirimu Untuk Pimpin Indonesia di 2045, HarianJogja.com, diakses 1 Maret 2020,< https://news.harianjogja.com/read/2018/11/08/500/951246/wgenerasi-milenial-siapkan-dirimu-untuk-pimpin-indonesia-di-2045>

Banjarnahor, Donald, 2019, Gokil! BTS Sumbang PDB Sejajar Dengan Samsung,             CNBC Indonesia,  Diakses 2 Maret 2020,  <https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20191016161852-33-107526/gokil-bts-sumbang-pdb-sejajar-dengan-samsung>

Databoks, Berapa PDB Ekonomi Kreatif Indonesia, katadata.co.id,

diakses 2 Maret 2020,

<https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/28/berapa-pdb-ekonomi-kreatif-indonesia>

Faturrahman, Fajar, 2020, [OPINI] Strategi Korea Selatan Dalam Penyebaran Fenomena   Hallyu, IDN Times, diakses 7 Maret 2020, <https://www.idntimes.com/opinion/social/fajar-fathurrahman/opini-strategi-korea-selatan-dalam-penyebaran-fenomena-hallyu-c1c2>

Humas, 2018, Indonesia emas 2045 butuh kerja keras anak muda, Pemerintah                                Daerah Istimewa Yogyakarta, diakses 1 Maret 2020,                            https://jogjaprov.go.id/berita/detail/indonesia-emas-2045-butuh-kerja-     keras-anak-muda>

KBS World Radio, 2019, Sebanyak 1,49 Juta Turis Asing Datang Berwisata Ke Korea Selatan di Bulan Mei, diakses 8 Maret 2020, <http://world.kbs.co.kr/service/news_view.htm?lang=i&Seq_Code=55028>

Khadijah, Nastiti, 2019, Generasi Muda Indonesia Menuju Generasi Emas 2045,               Kompasiana, diakses 2 Maret 2020, 

<https://www.kompasiana.com/nastitikhadijah9818/5cda4c2095760e1ca118c322/generasi-muda-indonesia-menuju-indonesia-emas-2045?page=all>    

Millenial, 5 Citra Negatif yang Sering Dipersepsikan Pada Generasi Millenial,  Kumparan,  Diakses 1 Maret 2020, 

<https://kumparan.com/millennial/5-citra-negatif-yang-sering-dipersepsikan-pada-generasi-milenial-1542580533153202889>

Rahmalokita, Gisela, 2019, Dibalik Kpop : Menilik Kesuksesan Industri Kreatif di Korea Selatan, Indiekraf, diakses 8 Maret 2020, <https://indiekraf.com/dibalik-k-pop-menilik-kesuksesan-industri-kreatif-di-korea-selatan/>

Rico, 2017, Ekonomi Kreatif dalam Kebudayaan : Mengembangkan atau                           Menyulitkan Masa Depan Indonesia?, Aikon.org, diakses 2 Maret 2020

<https://aikon.org/ekonomi-kreatif-dalam-kebudayaan-mengembangkan-atau-   menyulitkan-masa-depan-indonesia/>

Riviyastusi, Asiska, 2019, Digitalisasi Mendorong Perubahan Industri Konten Kreatif, Website Badan Ekonomi Kreatif di Indonesia, diakses 8 Maret 2020, <https://www.bekraf.go.id/berita/page/8/digitalisasi-mendorong-perubahan-industri-konten-kreatif>

Zakky, 2020, Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli dan Secara Umum

(lengkap), Zonareferensi.com, diakses 2 Maret 2020,<https://www.zonareferensi.com/pengertian-kebudayaan/

Share:

0 komentar